Surat Jodha Untuk Jalal: Cerita Jodha Akbar 214

Kisah cinta jodha akbar, Surat Jodha untuk Jalalwww.microtrendy.blogspot.com -- Pada kisah Jodha Akbar sebelumnya diceritakan bagaimana Sujamal menceritakan alasannya kenapa ia menyelinap ke istana sebagai pegawai

Ia juga memberitahukan kenapa Jodha selalu bungkam ketika ditanya oleh Jalal. Sujamal telah berjanji untuk selalu melindungi suami adiknya. Itulah alasan mengapa ia menyelinap ke istana. Karena ia pernah mendengar percakapan antara Abu Mali dengan orang dalam istana sendiri. 


Cerita Jodha Akbar 214: Surat Jodha Untuk Jalal


Silakan klik musik pengiring ini selama menikmati cerita Jodha Akbar.

Jalal melangkah dengan gamang. Ia menyadari ia bersalah kepada Jodha. Maka ia harus meminta maaf kepadanya. Bagaimana aku bisa salah paham? Aku telah mengenalnya begitu lama. Seharusnya aku percaya padanya. Pikirannya terus berkecamuk. Antara sedih dan marah kepada dirinya sendiri. 

Aku harus menemui dan mohon maaf kepadanya. Aku akan menerima seandainya ia meneriaki bahkan jika menghinaku. Tetapi aku tidak akan pergi kecuali dia memaafkanku.

Ia terus melangkah menuju wanita yang sebenarnya ia kagumi jauh di lubuk hatinya. 
Jodha masih dalam keadaan sedih di kamarnya. Ia benar-benar dalam keadaan serba salah. Namun tradisinya sebagai seorang Rajput membuatnya selalu mempertahankan prinsip-prinsip hidup. 

Datanglah Moti. Ia segera bertanya mengenai keadaan kakaknya, Sujamal. Moti membawa berita bahwa Jalal sudah mengetahui penyamaran Sujamal. 

Ia juga menceritakan bahwa Raja sudah mengizinkan Sujamal pergi. Semuanya kini terungkap dengan jelas: mengapa Sujamal datang menyelinap ke istana? Begitu pula dengan semua peristiwa yang terjadi. Jalal pasti akan datang menemui Jodha untuk meminta maaf. Begitu penuturan Moti. 


Cerita Jodha Akbar 214: Kisah Haru Jalal dengan Jodha

Perkiraan Moti tidak meleset. Jalal memang seorang lelaki yang gentlemen dan ksatria. Ia datang menemui Jodha. Kini wajahnya tidak seberingas kemarin-kemarin. 

Bertemulah dua orang yang saling memendam cinta itu: Jalal dan Jodha. Dengan wajah sayu dan pilu, Jalal menghampiri Jodha. Inilah saat-saat perasaan Jalal bercampur aduk, antara kesedihan dan penyesalan. 

Jalal menatap lekat-lekat wanita cantik di hadapannya itu. "Kau tidak tahu betapa gembiranya hatiku dapat melihatmu di sini." Kata Jalal. 

"Apa kau pikir aku akan pergi karena kau memintaku untuk pergi?" Jawab Jodha. Jalal memang sudah mengusir Jodha di malam itu. 

Jalal kini merasa bersalah dengan dirinya sendiri. Ia berkata dengan lemah kepada Jodha, "Jangan kau ingatkan aku dengan kejadian itu. Aku malu, Jodha. Aku telah membuat kesalahan besar. Mohon maafkan aku jika kau bisa..." 

Kini Jalal tidak dapat menahakan beban di kesedihan di dadanya. Seorang Raja kini datang memohon maaf kepada seorang wanita. Hatinya tidak memiliki keinginan lain kecuali kemaafan dari wanita yang dikaguminya itu..

Jalal berlutut. Tetapi Jodha mencegahnya. "Apa yang kau lakukan Yang Mulia?" Katanya sembari mengangkat Jalal untuk kembali berdiri. Kini Jalal merasakan betapa besarnya jiwa perempuan itu. 

"Aku telah bersalah padamu Jodha.. Aku telah menyalahkanmu.." ucap Jalal lirih. 
"Tidak Yang Mulia." Ujar Jodha, "Lupakan saja semua yang terjadi. Ini hanya salah paham antara kita. Tetapi semuanya sudah berakhir..."

Ucapan Jodha seolah membawa gerimis kasih sayang ke lantai hati Jalal. Cinta Jodha seolah menggema dan memantul-mantul ke seluruh ruangan. 

"Kau adalah suamiku..."ucap Jodha lembut sekali, "Kau bukan orang jahat. Jangan membuatku malu dengan meminta maaf kepadaku..." kata Jodha seraya mengusap air mata yang membasahi pipi suaminya.

Jalal menyadari bahwa apapun yang telah terjadi, Jodha memiliki hati yang lembut. Kini ia sedang merasakan kelembutan di balik sikap tegas seorang Jodha.

"Tapi aku telah melukai hatimu, Ratu Jodha. Aku memohon maafkanlah aku jika engkau bisa." Kini Jalal yang mengusap air mata di pipi Jodha. Ia mengecup kening Jodha dengan penuh kehangatan. Lalu dipeluknya Jodha dengan sepenuh hati.

Air mata masih menetes dari pipi cantik Jodha. Keharuan telah memenuhi sekujur tubuhnya. Ia sadar amarah Jalal adalah karena rasa sayang padanya.

Jalal tidak mengizinkan air mata jatuh dari bola mata indah Jodha. Ia mencium air mata yang keluar dari mata Jodha. Begitu pula Jodha, ia melakukan hal yang sama untuk suaminya. Bahkan Jodha menciumi tangan Jalal.

"Kumohon maafkan diriku ini, Ratu Jodha..." kata Jalal mengulang-ulang kata yang sama itu.
"Tidak suamiku... Kau tidak perlu meminta maaf padaku. Aku mengerti perasaanmu. Engkau melakukan itu karena marah."

Jalal semakin sedih sekaligus menyimpan ketentraman mendengar ucapan Jodha. Selama ini Jodha-lah yang telah banyak berkorban untuknya. Ada begitu banyak pengorbanan Jodha yang belum sempat ia hargai, pengertian yang disalahmengerti, ketabahan yang disia-siakan, dan tentunya kesedihan Jodha yang tidak pernah terlihat olehnya.

Ia ingin berterimakasih untuk semua pengertian, untuk segenap pengorbanan, dan ingin memohon maaf untuk segala kesalahannya. Jalal kembali memeluk Jodha...

***


Surat Ratu Jodha Ketika Pergi dari Agra

Silakan klik musik pengiringnya agar dapat menikmati setiap detil ceritanya...




Tiba-tiba Jalal tersentak karena kehadiran Moti. Lamunanya bersama Jodha lenyap. Ia memasuki kamar Jodha dan mengharap kebaikan hatinya.

Tapi hatinya berdebar ketika ia tidak melihat patung Krisna. Apakah Jodha telah pergi meninggalkanku....?

Ia ingin bertanya di mana patung patung itu. Namun ia tidak menemukan Jodha, hanya Moti yang dilihatnya.

"Di mana Jodha?" Tanya Jalal setelah Moti memberinya salam. Moti tidak menjawab. Jawabannya hanyalah isak tangis. Raut wajahnya begitu sedih. Ia menyerahkan sepucuk surat...

Hati Jalal gemetar melihat surat itu. "Apa ini?" Kata Jalal. Tubuhnya lunglai. Seperti hatinya yang tiba-tiba layu mengetahui bahwa Jodha sudah pergi... Ia duduk lemas di kursi...

"Aku adalah teman dan pelayannya," kata Moti, "itu sebabnya aku harus mematuhi perintahnya. Aku harus membacakan surat ini untukmu...."

Surat Jodha Kepada Jalal

Inilah surat Jodha untuk Jalal yang dibacakan Moti:

Salam takzim untukmu Yang Mulia,
Aku tidak tahu apakah harus menulis surat ini ataukah tidak. Namun aku menyadari bahwa aku telah melakukan kejahatan dengan pergi tanpa izin dari seorang suami. 

Kutuliskan surat ini untukmu dan hanya Moti Bai yang berhak membacakannya untukmu. Mungkin ini adalah kata-kata perpisahan dariku...

Aku tidak pergi karena marah padamu. Engkau yang telah memintaku untuk meninggalkan Agra. Kau adalah raja. Kau juga suamiku. Itu-lah mengapa aku harus mematuhimu. 

Aku juga membawa patung Krisna tanpa izin darimu. 

Saat kau datang ke kamarku tadi malam, kau sangat marah. Aku diam. Tidak mendengarkanmu. Aku tak dapat mengucapkan sepatah katapun.  Aku juga risau karena kau meragukan diriku. Ingin rasanya bantah semua tuduhanmu, tetapi engkau tidak mempercayai diriku...

Ingin sekali kuungkapkan segala hal tentang kakakku. Tapi tahukah engkau? Aku merasa sangat sedih. Apalah yang kukatakan dari bibirku ini? Aku kira apapun yang kukatakan kau dapat mempercayaiku dan tidak pernah meragukanku...

Aku menyangka kau percaya jika aku mencintai orang lain sebelum pernikahan kita, aku tidak akan menikahimu.

Aku senantiasa berdoa kepada Tuhan, bersumpah di hadapannya, jika aku pernah mencintai orang lain sebelum menikahimu, tidak akan aku mengucapkan ikrar pernikahan itu. 

Kuakui, aku tidak meletakan cintaku untukmu saat di awal pernikahan. Tetapi aku juga tidak pernah mencintai orang lain. Dan memang aku begitu membencimu dulu. Namun kebencianku telah berubah menjadi bunga-bunga cinta saat kau...

Aku berharap suamiku tidak menaruh rasa ragu padaku,
Aku berharap dia bisa melihat apa yang tergambar di wajahku...

Namun segala harapanku telah kau rusak, Yang Mulia. 
Engkau telah mendengar jawaban dariku dan menafsirkan apa yang kau dengar.

Kau mendekatkan diriku kepadamu, tetapi engkau tidak menatapku dengan tatapan penuh kepercayaan. Seharusnya suami memuliakan martabat istrinya. Tetapi suamiku mempertanyakan martabat serta kehormatanku...

Maka aku harus pergi...


Kami menghormati para suami. Tetapi ketika suamiku tidak mempercayai diriku, aku tidak punya pilihan selain harus pergi. Aku harus pergi....

Hati Jalal terasa remuk. Setiap rangkaian kata serasa sembilu yang menghiris-hiris hatinya. Ia menahankan pedih, tangis yang tak terbuncahkan.

Engkau telah melupakan janjimu Yang Mulia; sumpah untuk selalu mempercayai dan menghormatiku. Betapapun begitu, aku selalu ingat sumpahku untuk senantiasa menaatimu. 

Hari ini engkau telah memahami kenyataannya tentang diriku. Tetapi rusaknya bangunan cinta tak bisa digantikan. Bukan. Ini bukan kesalahanmu Yang Mulia. Namun masyarakat yang telah membuatmu menuntut agar hanya wanita yang menunjukan kesetiaan.

Aku pergi Yang Mulia. Senantiasa kudoakan kebahagiaan untukmu. Dan aku berharap engkau akan menemukan cintamu dan belahan jiwamu yang tidak pernah engkau dapatkan..

Pergiku ini tidak pernah kembali...

Jika engkau masih menghormatiku, jangan kau titahkan prajuritmu mengejarku. Sebab jika kau menemukanku, aku memang bisa tetap sebagai istrimu, tetapi tidak sebagai orang yang sama seperti dahulu; sebagaimana kau kenal sebelumnya.

Selamat tinggal Yang Mulia. 
Salam Takzim dariku, Jodha. 

Suara Jodha menggema-gema ke seluruh ruangan. Begitu pula dengan tindakan Jalal yang telah melukai hati wanita itu. Kepedihan hatinya semakin menjadi-jadi.... Inilah penyesalan terdalam yang pernah dirasakan oleh seorang Jalal. Menyesal karena telah menyia-nyiakan orang yang senantiasa berusaha membahagiakannya selama ini. Namun tak pernah sekalipun ia mencoba untuk menghargai upaya Jodha itu..

***


Itulah surat Jodha kepada Jalal yang mengharu biru. Ada deraian air mata, namun terselip detak-detak cinta baik pada setiap kata Jodha maupun pikiran Jalal. 

Baca juga: Puisi Sedih Jodha Akbar